Selasa, 12 April 2011

agen pendidikan langka

Masalah Rambut Rontok Di Singkawang Dengan Minyak Bawang Putih



Kepala botak 


Terapi rambut rontok dan botak akan memasuki minggu ke 4 (empat), Rambut halus seukuran 2mm sudah hadir di garis rambut M yang hilang.

#SubscribeNow

 SUBSCRIBE AdPohon Klick Here E-POETRY

Sudah kepingin bercukur dengan alat cukur rambut, tapinya waspada soalnya. Waktu coba dengan minyak kemiri dan lidah buaya, dicukur dan rambut halusnya lupa menebal dan hilang.

#MinyakBawangPutih

Minyak bawang putih olahan sendiri dibuat sambil mengisi waktu di rumah, dioleskan ke kulit kepala selama 7 hari penuh. Kulit kepala yang tadinya kering mengelupas, berangsur berminyak dan segar.

#Terimakasih

Minyak bawang putih olahan sendiri dibuat sambil mengisi waktu di rumah, dioleskan ke kulit kepala selama 21 hari penuh. Kulit kepala yang mulai berminyak di minggu ke dua, tidak terasa tebal dan mengganggu. (Hampir 1 bulan perawatan)

Silahkan berbagi.
Link to view: https://youtu.be/X9sKV2GSYaE
Like or Dislike
Komentar
Subscribe

E-POETRY AdPohon Klick Here Tambah Pohon

Dipublikasikan tanggal 14 Mar 2020
Telanjang Dada Di Tempat Umum

Negeri penuh dengan muatan lokal gerah, menelanjangi dada berjalan sesantai angin Dibawah naungan pohon rambutan dan melinjo, aroma dedaunan tua tutupi tanah Gerah menelanjangi dan berlaku alpa akan kekinian, yang menyelubungi dada selapis Rajutan dari keramahan nylon menyerap keringat, berkipas dalam ramai suara angin
Jalan setapak menggurui angin sebelum sampai, jarak dekat sebatas sepinya kebun Pada tanah yang dilalui adalah petakan sunyi, jauh dari keramaian lalu lalang senja Setelah batasan tembok adalah umum, ruang yang diisi oleh selain kita dan mereka Ruang bersama bagi bertumbuhnya nilai, muatan lokal yang dijalani dengan bersama
Negeri elok dan penuh gerah ini menitipkan saudagar kain, menjadi mafia bagi mentari Menahan angin menyentuh dada agar usia hidup bertambah, gerah dalam lanjut usia Ditempat dimana tanah terlihat dirasa gerah, diujung sana di tepi jalan raya dilihat Sekelompok jaket ada menyelimuti gerah dengan buas, seolah keringat adalah mulia
Bernafas dalam gerah dan aroma garam dihirup, selepas itu keringat masih mengalir Sejenak tertidur dalam basah sebelum gatal, gigitan dari binatang kecil didih darah Di tempat umum kumpulan hebat menyapa gerah, dalam kelakar segelas kopi manis Telanjang dada di tempat umum menjadi aib, pada letak muatan lokal yang dibaharui. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 30 Des 2019
Hanya Ditulis Pelukan Dan Ciuman

Aku pada sepotong roti diruang pribadi, ditemani temaram cahaya merengkuh raga Roti yang mulai membusuk dan menguat aromanya, perut lapar memusingkan pikir Pisau roti yang sudah berkarat digenggam erat, kecoa yang bebas kuasai meja makan Memandangi separuh ruang kelam dalam ucapan kutuk, menciumi debu dalam suka
Menggugah manusia melihat dengan dekat ruang kusam, kotor berdebu pengab busuk Perut besar diisi hanya gelembung gas dalam cairan asam, ilusi kemakmuran raga Aku pada sepotong roti menyatu dalam sengat kebuntuan, mencerna hanya sekali Didera ribuan suara kutuk akan aib enggan bangkit dalam lilitan getaran, simpul duka
Ditulis sebagai pelukan diwaktu fajar dan ciuman disaat senja berlalu, masih beku Hangat hanya berada pada nama tanpa wujud, enggan mencair agar kering dirasa Beku ternoda oleh karat dari genggaman atas pisau, memanas kebekuan sedikit cair Hanya ditulis sebatas paham akan kata, ngilu gigi selalu bersuara dalam gumam
Aku pada sepotong roti lapar dalam basah hujan, melumat habis rasa dalam dingin Lumatan itu bergetar meluruhkan tulisan dalam huruf, tertata rapih dibaca pelukan Aku pada sepotong roti mencecap dingin kelembutan, lekatan hangat dalam ilusi Melekat tanpa rongga udara nafas tertahan, mata terpejam terlihat sebagai ciuman. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 4 Jan 2020
Mencuci Bantal Kesayangan

Saksi bisu yang menghangatkan kepala, ditahannya kepalaku dari benturan mimpi Sudah tahun kesekian ketika kita bertemu, disimpannya air mata pertamaku malam itu Waktu sakit menginginkan tulang rusukku, sesak nafas dalam tarikan ketat otot disana Tanpa sebab air keluar dari kedua mataku, kedua hidungku dan telingaku serta kepala
Dihari lembab dimana aroma basah sejuk, didinginkannya tengkuk dan kepala disana Bantal yang padanya ada bercak darah dari pikiran yang berjuang, melawan kehidupan Disana tersimpan mimpi akan perempuan diujung gelisah, memakna bahagia kosong Diikat bersama serat tipis kelembutan siang, malam ia kembali lembab menemani kering
Keringat mengering dan kembali memberi basah, bau aneh yang menyengat hidung Menyeruak sadarkan mimpi atas malam, gemetar dan meremas letih pada lapar jiwa Jemari menjamah sebelum meletakan pipi, menggeser sedikit hindari letak aroma bau Mencucinya hilangkan sedikit saja sengat, melarung ratusan sembilu dalam bui mimpi
Mencuci bantal hanya melepas aib namun tidak noda yang melekat, bayangan kelam Hening kebaikan segera hadir sebelum fajar, memutus ikatan letih pada raga Melekatkan kembali seruan bahagia dalam senyum, walau kenangan turut lenyap disini Meletakan sebentar di dada dan memeluk, sadar kepala tanpa bantal adalah baik. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 11 Jan 2020
Air Yang Menyapa Jiwa Manusia

Aku basah dalam tempias air langit, pikir ku selatan adalah aman bagi jiwa yang marah Jiwa penyuka air mengasingkan diri kesana, mulut kebebasannya kelu dalam bisu cakap Longsoran jiwanya larut dalam gegap gempita suara petir, luruh menuju utara Sudah jam ke lima, dan air langit enggan melepas cintanya dari hembusan angin
Air yang menyapa jiwa manusia dalam hembusan angin, searah gerak aliran waktu Menyapa rintik sebelum deras diiringi petir, menyapa tanah datar menuju cekungan Enggan bergerak terpaku sunyi, mencuri pandang pada remang sebelum berselimut Air langit itu meresap pada tanah mencuri sebagian jiwa, merusak akal dalam dingin
Menyapa jiwa pada kekerabatan alami, sekilas ia menyentak kuat laju pembodohan Membebaskan ruang pikir atas sekat, memandang kelicikan sebagai budak angin Cekungan yang ditimbun dengan sekat pikir, jiwa manusia berbaring dalam amarah Letih atas air langit menyikap kecewa, berdiri pada luasan beton lembab berphoto
Hembusan angin menggelitik pagi, sadar langit belum juga kering masih jatuhkan air Dalam sunyi sedikit suara, manusia sibuk meliukan jemari dinginnya pada huruf latin Disana kering selepas hujan dan gerakan air berhenti pada cekungan, mencari tanah Menghantam sekat sempit ruang pikir, masih enggan membalas sapaan air langit. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 1 Jan 2020
Saudara Sebangsa Hanyakah Manusia

Nampak berdiri barisan eru tegak kokoh, menyaring kelompok kecil angin penghujan Hujan yang melupakan bulan dan tahun, serasah gerak ditiup angin berbeban basah Eru tegak dimusim yang salah liar berbaris, selongsong tumbang kait menekan perih Kucuran deras getah putih sebelum tetesan menjadi kering, dimusim yang berbeda saja
Kekerabatan yang ditanam menyeberangi musim bersama angin, memakna kebaikan Gembira memukul pecah telinga, hening dalam kegelapan pandang sebelum teriak Hanya mengelompok pada rumpun suka air dan pencari air, kelokan jauh saung air Canda dalam rangkaian tanya pada belum dan sudah cukup, hanyakah manusia saja
Saudara sebangsa hanyakah manusia, tipis pikir melekat bergerak dan rusak ruang sisa Semarak lomba berlatar liukan tebal kebebalan, dalam hempasan rusak keliling Saudara sebangsa berkeliling dalam jarak pandang, sembunyi ular lingkari batas air Gemeretak kayu patah menelan desis berbisa, langkah meliuk pada serasah bisu
Imaginasi manusia sebatas sebagai budak setia dan pujaan setia, hanya manusia naif Diluarnya hanyalah hiasan nyata aksesoris bermakna mati, hanya manusia ilusi saja Rangkaian energi pada gerak dan energi pada benturan, menjadi saudara sebangsa Barisan eru yang diperas telah kering, dimusim yang salah menjadi dewasa muda. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 24 Des 2019
Langit Terlihat Gelap Disertai Cahaya Petir

Ditengah gemuruh suara guntur, memercik kilat dalam kelam senja dihari ini Kita lapar akan keheningan, dan kembali haus akan kebersamaan dalam temu Ternyata cahaya memerah darah yang dilihat, sosok senja hadir bersama gerimis Tidak kelam dalam gelap, hanya gerimis belenggu langkah dalam genangan air
Langkah kaki dalam perhentian simpang, dan awas akan genangan terpercik Simpang itu menghentikan langkah ku, pada awas akan kehadiran kecewa Berpapasan hanya dengan bayangan yang tertinggal, pada lokasi cahaya yang sama Temaram cahaya mentari dibasuh oleh jelita lampu jalan, jejak itu mendikte ku
Air yang dilemparkan langit, bersama dengan bayangan kebaikan diatas paham Darimana sosok itu terperangkap dan diikat, disatukan dalam awan kerinduan Berlindung dari dinginnya basah dan buta-tuli, berselimut dalam dinding bahagia Gagap berucap mencipta kelu pada lidah dan menyesak dada dalam pikir, diakah
Sendu mendobrak hati, menguasainya dengan taburan sketsa pernah bersama Mengasingkan pikir dalam jemari, sebentar pikir kembali saat kilat tiba Menutup muka dan memegang rambut kepala, aku masih bernafas dalam kelam Berjalan dalam tatapan kosong, menabrak semua bayangan dalam sosok hujan. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 12 Mar 2020
Pagi Hari Terlihat Sepi Di Jakarta

Sepagi ini berkendara di jalan raya tujuan dekat, selepas lampu lalu lintas akan tiba Hanya satu lampu sebelum sampai, melalui satu flyover jalan naik kemudian menurun Sejuk udara menusuk lembaran jaket berbahan nylon, makin dipacu makin dingin Lupa kalau pagi ini belum mandi dan lupa kalau hari ini sabtu, banyak yang libur kerja
Hujan yang mengguyur jakarta kemarin malam menyisakan basah, kering dilindas Roda kendaraan ini mencipta kering seiring laju panas mesin, hilang dengan cepatnya Bau menyengat busuk seperti pernah mengenalnya, rumah sakit baru suci hama Semua pengunjung menunggu 1 jam diluar, selama proses suci hama dikerjakan cepat
Ketakutan sebar dan kebencian sadar diri masih menerima, masukan bodoh dituruti Sejenak covid-19 dinyatakan tersebar acak, melekat dalam kehidupan dan mati diudara Kelesuan melanda dalam juang, bukan hal mematikan namun pencegahan harus ada Berangsur serangan anti bodi melanda hanya kuat sebelum lemah, menanti sehat
Pagi hari terlihat sepi setelah pengumuman negeri ini terdampak, bilangan belum lima Hebatnya viral diruang dibawa keluar dan melekat, terdampak semua kalut lahir cepat Belum juga sadar kalau setiap cipta itu meliuk larung di hubungan, dan terhubung Seperti sepi disisihkan dan menarik diri, dilihat sunyi mencoba hidup dalam ketakutan. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 3 Jan 2020
Setelah Ribuan Kilometer Hilang

Langit biru itu jelas dilihat tanpa awan, udara dibawahnya dihuni beton dan aspal Langit biru menghalau awan putih dari tatapan tajam, memandang gersang bumi Cekungan air berlomba kering diseruput kuat oleh sangkala, sebelum ditimbun arah Peta air putih dan hijau di semesta, hilang membatu dalam lapisan tebal lumpur retak
Setelah ribuan kilometer melangkah tanpa awan putih diatas kepala, debu menyiksa Setelah ribuan kilometer mendaki puncak, sesat mata memandang ilusi pada ruang Perjalanan adalah waktu tidur bagi mata, namun tidak bagi hati yang melihat terang Hilang dalam usang arah ditimbun dalam hitungan revolusi, rantak hitungan evolusi
Kehidupan jari yang kuat untuk memutar dan mengungkit, digunakan menekan saja Jemari yang bisa mengepal kuat telah kehilangan darah, lima jari melambai indah Kehilangan dalam hektar luasan sudah dicapai, ribuan kilometer menikmati tidur Ribuan kilometer melupakan kekerabatan akan pepohonan dan air, titi tanpa aliran air
Ribuan kilometer hilang dan kita masih melangkah sejauh 60 kilometer, berputar Melembutkan hati atas hilangnya kerabat yang baik, maklum atas kehilangan pohon Kerabat yang menyajikan udara segar sepanjang detik, kini sembunyi di petakan Jalan dan bangunan hanya selimut yang menutupi tanah, tempat langit warna biru. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 4 Nov 2019
Aku Jatuh Cinta Pada Pematang

Cinta ku pada akar padi adalah nyata, sukar diangkat pada tanah liat berlumpur Cinta yang tak mati oleh waktu panen dan lenyap di waktu tanam tiba Samar dengan warna lumpur, ia melekat pada ruang pori Basah dan rapuh, tanpa suara ia kembali melekat erat pada wujud tanah
Setiap kali aku ingin bertemu dengannya, tanah sudah mengering seusai panen Duduk di pematang, berdiri dan berjalan sambil meletakan akar padi yang menyukakan ku Sejenak aku lupa akan hijau tanaman padi, dan kuning merunduk ia di waktu panen Lupa akan genangan yang tak kunjung surut, memaksa padi berbaring disana
Ketakutan akan sikap ku melukai akar padi, dan kotor berjalan dalam lumpur Menggeser jalan ku pada pematang, bersiul dibawah cahaya bulan Melangkah ringan, sebentar limbung kekanan sebentar limbung kekiri Ketika jatuh dalam bentangan ruang, yang ku cari hanyalah pematang
Ruang padat yang penuh dengan tekanan dan beban, ruang yang mengikat ku Ruang yang penuh dengan wujud cinta, wujud yang bukan pematang Kesadaran menggelitik ku, meletakan aku pada kenikmatan dan keindahan akar padi Berdiri di atas pematang yang setia menemani ku, aku jatuh cinta. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 3 Jan 2020
Pencuri Cemara Di Hutan Bakau

Ditengah beranda rumah besar pengarang jiwa, berdiri lemah bayangan suram duka Jiwa bergetar sedetik lebih lama dikala cahaya bulan menerpa kelam hutan bakau Kisah hilangnya cemara di bulan kemarin menggelitik telingaku, hanya sosok cemara Jemari lemah telah mencuri cemara dan menyimpan dalam kantong jubah gelapnya
Dengan polos dan naif iya menjejakan cemara di garis pasir, berendam kesunyian Esok air akan surut dan cemara tumbuh dalam bingung, berteman pasir dan payau Pencuri bertanam bimbang sebelum siksa, mengganti tanah batu dengan pasir lumpur Pengarang jiwa berdecak kagum dalam kantuk, seperti kemarin ia akan cemerlang
Ia sembunyi di musim yang tepat, kala bulan cemerlang dan air pasang setia hadir Kita bukan pedagang jiwa yang mengalun fakta dalam slogan terbaik, sepanjang hari Pencuri cemara di hutan bakau, menyembunyikan cemara di genangan air Dalam hayal ia akan mencuri apa yang ditanamnya di hutan bakau, cemara pantai
Akankah daun cemara menjadi daun bakau, dan akarnya setangguh akar bakau di air Pengarang jiwa mengerakan jemarinya dengan cepat, membuat air berteriak kuat Kemudian melantunkan suara membentuk lukisan indah pada jalan angin, hangat air Cemara tumbuh di hutan bakau di musim yang salah, memuaskan hasrat pencuri. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 13 Jan 2020
Belum Menikah Dalam Pikir Mu

Negeri memiliki banyak pikir menguap sebatas esok, menampik sepi dari bahagia Bermukim dalam cerobong asap beratap bocor, beralur liku berair keruh diminum Berpikir dihormati dengan air kemasan plastik, kearifan sebatas air tanah layak Negeri memiliki banyak pikir mencerna mistik dalam sujud, salah merugi ditinggal
Yang diminum tuan dihunian tepian sungai air keruh, hamba bangga turut meminum Pikir hanya datangkan sakit, kelebatan pengetahuan bergerak untuk belum tepat Sampan tertata ditepian sungai, harga sudah ditentukan sebaik pergi dan pulang Mengundang tanpa mencerna disenyumi siang selepas embun, merugi bertata suluh
Dalam pikirmu ada selendang tipis menata bebal dalam jawab, titian pada ikuti saja Bicara tanpa memandang, hilang lepas tulang ekor mendelik kelicikan gerah udara Pikirmu tetap pelita mengusik gelap hati, suram hati penuh jawaban tanpa pilihan Siasat kelam atas serangkaian susunan kelam menuju gelap, ada yang doyan
Telur kecoa akan menetas bersama telur semut, anak kecoa ada ekornya baca 3 kali Serambi samping dijalani pembelajaran bodoh dalam siasat, menikah pada sudah Aku arif bergetar dalam gelombang mistis, mengusik jawaban indah akan belum nikah Kemudian taring dari kebaikan mematuk sisi, letak ingatan bercahaya tanpa jawaban. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 28 Des 2019
Memaknai Hilangnya Satu Pohon

Pohon berletak diluar ruang, ia tumbuh bahagia hidup dalam gelap dan terang Memilikinya merisaukan bahagia dalam hati, mengabaikannya mendukakan pikiran Untuk semua yang hidup dikenakan upeti, agar hidupnya dicinta dirawat dan dijaga Mengabaikannya akan mengubah sosok negeri, menuju revolusi senyap kehancuran
Alami yang dibuatkan gantinya, beronggok mesin dalam bising kepenatan dalam abai Semua gelap akan kembali, sejuk dan dingin buatan akan hilang dalam umpatan Jarak tanam hanya untuk dilalui manusia, melupakan alat pikul melupakan jejak kaki Goa batu untuk manusia, tanah untuk hunian yang bukan manusia ditanah kering
Menggapai ketersediaan air tanah, menata kecewa dan ketakutan atas hijau pohon Hilang pohon dan hilang air, ciptamu pada senyum memakan kehidupan baik udara Bilik sendiri mu tetap memerlukan jendela dan pintu tertutup, agar ia nanti dibuka Menjual satu bohong dalam keuntungan seribu kali lipat, menghancurkan ruang suci
Ruang bersama itu dihuni oleh puluhan juta kotor dan ratusan sakit, dikhianati lisan Tulisan yang belum pudar sengaja disimpan dalam ruang lembab dan gelap Jauh lebih baik udara cemar diperangkap tubuh, mendera dan mencecah sehat Satu pohon hunian ribuan kehidupan, berdiri kokoh dalam kemiskinan sosok kota. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 13 Jan 2020
Ingin Ku Tanyakan Selalu

Ingin ku tanyakan selalu Kepada mu hai jiwa ku Ingin ku tanyakan selalu Kepada mu hai hati ku
Ingin ku tanyakan selalu Kepada mu hai jiwa ku Mengapa begitu sakit Rasanya ditinggalkan Ditinggalkan
Ingin ku rasakan kala Bersama Bersama mu
Ingin ku tanyakan selalu Kepada mu oh kepada mu. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 4 Nov 2019
Tidak Dijual Untuk Keuntungan Pribadi

Keindahan dan keutuhan keju dilihat menyatu dalam sosok kokoh Ia akan tetap dinamakan keju walau pun dimakan usia dan diiris waktu Ketika ia dipanaskan dan mencair, apakah namanya masih keju Seperti tulisan melekat pada lembaran, bila lembaran basah tulisan akan memudar
Keju dijual bukan untuk keuntungan pribadi, bukan keju dalam sosok cair yang dijual Memenjarakannya dalam ruangan dingin, laju aliran sungai lambat mengurainya Kamu buku pada jalinan huruf dalam lembaran suci, menjejak harga ubah nilai Kamu tinta pada garis meliuk dalam jarak, mencecap hidup penuh buta pada aksara
Menjadi luka dimasa depan, terbahak bahagia dalam gelimang darah dari jiwa Kotornya dihilangkan dengan lupa akan perbuatan, suci yang datang dari jiwa Kutipan dari alam dalam kalimat perkata, merusak kemandirian tinta atas sucinya Retakan tinta yang mengering, kembali tercetak dalam catatan kusam kebuntuan
Hilangkan aib dalam kubangan cela, namun kesucian hilang bersama kering Tinta tak mengenakan selubung emas dan tajamnya mata intan dalam guratan nyata Menampilkan satu pada seribu buta dan menjejakan seratus pada sejuta bisu Dilihat sebagai kebaalan atas rasa, dihilangankan kemampuan alaminya berbagi rasa. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 5 Feb 2020
Robohnya Tembok Kami

Singgungan angin membawa musim, basah pada usia lapuk berlangsung terarah Lukisan lembab berjamur memerangkap udara, lambat mengering dan rapuh ikatan Usianya sudah lebih 20 tahun menahan tekanan udara, dan pijakan pelompat ulung Menyaksikan milyaran tetesan hujan, dan berjuta kubik aliran air dimusim penghujan
Tembok kami berdiri membentang, batas antara miliknya dan milik orang lain ditata Batasan tiada surutkan langkah pencuri, ayam dan angsa serta anjing hilang dicuri Robohnya setelah diganggu 3 tahun lalu, ikatan pada sudut dilepas dan bata lepas Hantaman pemanjat melemahkan ciptakan sisi retak, dibiarkan terselubung basah saja
Semesta menabur kebaikan disisi hancur, memandangnya menggusarkan hati insani Robohnya masih kearah luar, seolah ada tarikan dari luar dan dorongan dari dalam Runtuhan berserak mengarah kiri dari dalam, simpulan awal goyangan diluar saja Kabar robohnya tembok memaksa pikir dalam jawaban, orang terdekat bukan saksi
Kebingungan pelaku adalah kesigapan alpa pada waktu tahan, hari hujan ia melemah Kuatnya hanya ilusi dalam nyata rapuh, pengetahuannya belum sampai atau sudah Nanti akan dinaikan bata demi bata rapih ditata, tetap berdiri pada pondasi rapuh jua Sedikit bertahan dalam kemasan hari hujan, mencela kering dalam sabar waktu merugi. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 21 Jan 2020
Ingin Ku Tanyakan Selalu

Ingin ku tanyakan selalu Kepada mu hai jiwa ku Ingin ku tanyakan selalu Kepada mu hai hati ku
Ingin ku tanyakan selalu Kepada mu hai jiwa ku Mengapa begitu sakit Rasanya ditinggalkan Ditinggalkan
Ingin ku rasakan kala Bersama Bersama mu
Ingin ku tanyakan selalu Kepada mu oh kepada mu. (SJ) 


Dipublikasikan tanggal 4 Jan 2020
Syair Merumput Di Lembah

Aliran air menjejak pada lembah memeluk akar, bergerombol mencari sungai dan laut Angin menggendong air sampai pada celah batu, dihembus hilang sebelum siang Suara bertemunya angin ditimpa tinggi nada gemericik air, bergelora aliran sungai Benturan dingin melemparkan kail pada angin. suara dengung dan getaran di cipta
Aliran air menyisa di dedaunan lumpur dan batu, gundukan dan alur menapaki ruang Menyikapi warna dalam garis hayal sebait syair, hembusan angin hasilkan tarian daun Di dengung lembah mencari getaran yang sama, jemari berhenti letih tertunduk tidur Kantuk menjepit ketika syair di serap ribuan suara, getaran indah mendekat menutup
Penuhi bait dengan lukisan dalam getaran, tarikan panjang udara dalam dingin tinta Memerangkap kecewa dalam butiran darah, nyamuk akan menghisapnya bebas Ia tidak membuat derita dalam demam, hanya mengiburmu dengan gatal ditempat Menggaruknya akan menciptakan noda kecewa yang sudah hilang, hitam di kulit
Syair merumput di lembah berletak dihati tiap kehidupan, isi tiap koma atas kata-kata Sebelum ia bertemu titik dan meninggalkan lembah, dengan perbuatan baik dan terpuji Menanti air mempertemukan syair yang tersangkut dalam aliran sungai, lekat jernih Berharap angin mempercepat pertemuan bait dalam tiap syair, menikmati indah titik. (SJ)



Dipublikasikan tanggal 4 Jan 2020
Beranda Di Sebuah Pondok

Kicau suara burung dihening pagi, udara hantarkan tinggi dalam nada sadar waktu Tetesan air yang disayat tipis dan diledakan cahaya rembulan, serpihan tipis kabut air Laju dari hembusan angin mengantarnya melekat di wajah pagi, jendela berkabut Tarikan nafas didengar lembut, tanpa sosok rindu semalam bergelantung indah
Petakan kosong tanah yang dilapisi beton, menghilangkan aroma tanah di waktu pagi Tanpa aroma birahi tanah atas serpihan air, aroma beton keras menusuk letih pada pori Keburukan pandang mengaburkan jarak, siasat hanya pada dengar akan suara tinggi Mengulangi suara agar dicapai kesesuaian atas nada, setiap waktu ditemani keraguan
Kerupuk yang dininabobokan oleh angin melenyapkan garing, menutupnya pecah Beriak air mengalir disaluran pembuangan memanggil angin, agar basah ia bersarung Kerupuk dibuang dan diganti dengan yang baru digoreng, kita lupa sudah berbeda Renyahnya sebentar menggeliat dalam telinga, remahnya mengotori ruang ilusi
Disebuah pondok pada ruang beranda, berkumpul angin yang menderita di siksa Menunggu basah sebelum yang lain kering, menitipkan gelisah sepanjang siang terang Sepi tanpa penghuni hanya sebagai lintasan angin dan cahaya, tempat berlari Beranda menjadi indah dengan kehadiran malam, dimana cahaya manja itu menyinari. (SJ)



Dipublikasikan tanggal 13 Jan 2020
Aku Ini Kutukan Bukan Aib

Kekosongan ruang terpampang jelas dalam kepolosan pikir, bebas dan berkelas Berbilangan seribu pada puluhan, bergerak lambat dalam seribu jalur menuai salah Suara disisi jalur cepat adalah suara angin, hanya suara tanpa tawa dan dentuman air Maklumat bumi pada air sebelum besi dikuasai api, saat setelah kayu mengerang
Harus diterima dan dijalani dalam ketakutan, bersarang dalam damai ruang terkunci aib Aku ini kutuk yang memdiami celah batu, menyentuh tanah adalah aib bagi bahagia Melekat didalam gelap dalam lembab, menggenggam erat air sebelum kering Dalam ketakutan kering retakan akan menjadi pecahan, serpihan dalam kalut arti
Aku ini kutukan yang dilepas awan sebelum malam, melekat erat dalam hati tumpul jiwa Menguasai sisi terang pikir dalam siluet, menekan kebebasan pikir saat malam tiba Racun itu menguasai kata kutuk dalam simpulan aib, kutukan bagi generasi baru Menjaring generasi renta sebelum ajal, menikmati sisa bahagia sebelum kesulitan
Supaya henti laju cepat kemakmuran dan bahagia, mencecah generasi dalam kutuk Kemewahan yang dilahirkan kutuk bukan aib, aib adalah bagi generasi renta hebat itu Lahir setelah kata kutuk adalah suci yang menderita dalam haus, lapar dalam limpah Dan itu bukan aib bagi kebaikan, hanya perjalanan dijalan kelam kesusahan baru. (SJ) 
Enjoy My Poetry Here https://www.youtube.com/c/AdPohon Enjoy Choice of Poetry E-POETRY

Rambut Botak VS Minyak Bawang Putih 
Bagaimana Bisa Rambut Botak Tumbuh

Rambut Botak Tumbuh Dengan Minyak Bawang Putih 
Bila Engkau Izinkan (karaoke bareng drummer)
Rangkul Orang Yang Baik 
Pedagang Selalu Untung 
Barisan Sunyi 
Kepolosan Arti Setelah 
Bunga Penanda Puncak

Sosok Daun Tua
Gagal Sebagai Huruf Besar
Menunggu Waktu Isi
Keringat Adalah Mulia
Proses Suci Hama
Pekik Suara
Sama Dalam Siasat Tanya

Daratan Menampung Suci
Kabut Rindu Menipis Jernih
The Best Of Anak Muda Di Zamannya (jerry sang drummer)
Tom Dan Jerry Bertemu Di Jakarta
Menawar Di Glodok Jakarta
Belum Bisa Di Monetize
Barisan Judul Tanpa Isi

Cinta Membuatnya Berbeda Makan Bersama Jiwa Daun Itu Kembali Layu Dominasi Pria Di Mesin Pencari Menemukan Di Mesin Pencari Telanjang Dada Di Tempat Umum Pagi Hari Terlihat Sepi Di Jakarta

Promosikan Kemana Saja Pembukaan Yang Sama Malaikat Tanpa Handuk Aku Sedang Bersama Yang Lain Penutup Lagu - Aku Mencintai Dengan Berisik Isi Lagu - Aku Mencintai Dengan Berisik Intro Lagu - Aku Mencintai Dengan Berisik

Mengusik Waktu Hening Mu Daging Yang Diungkit Jari Sunyi Yang Bergema Berpayung Aksara Anomali Di Timur February Telah Berlalu Pada Titik Tembus

Tamparan Angin Rindu Menyapa Kalbu Mengungkit Semua Gelisah Petugas Pengatur Lalu Lintas Aku Mencintai Dengan Berisik (lagu baru di 2020, karya: Tom Aries) Aku Mencintai Dengan Berisik Cangkang Pada Kerang Darah

Titik Untuk Pulang 14 Hari Menanda Benar Razia Polisi Di Tikungan Jalan Ngopi Senja Di Awal Bulan Maret Jaket Itu Kembali Berkisah Aku Sedang Duduk Di Kursi Jika Angin Malam Berhembus

Teronggok Di Youtube Channel AdPohon Motor Tanpa STNK Untuk Apa Keuntungan Sebelum Mati Meminta Pensiun Sebagai Alat Menempel Di Batang Pelepah Dalam Kuning Sebelum Hitam Mencipta Remang Dalam Gelap

Hujan Sebelum Flyover Seperti Membaca Komik Taman Indah Di Seberang Lautan Ratusan Lelah Disangkal Ribuan Indah Melenting Dan Putus Semangkok Nasi Soto Campur Akhirnya Divo Ini Ada

5 Lobang Udara
Merokok Sebagai Penanda Waktu
Panggilan Pagi
Di Musim Yang Benar
Ikatan Masih Terlalu Muda
Pada Sekat Lembaran
Kesombongan Klakson

Memancing Asam Laknat
Gemerisik Suara Jatuh
Selamat Ulang Tahun
Meja Tanpa Nama
Tanggal Baru Telah Hadir
Masih Seperti Biasa
tom aries (sandal jepit)

Seperti Menciderai Angin
Alam Pikir
Dalam Story About Poetry
Kemungkinan Dia Robusta
Potong Kuenya Sekarang Juga
Rumah Bagi Senior
Kelopak Mata Tuanya

Risih Menepisnya Tembok Kami Berdiri Kerupuk Pembangunan Selamat Bertemu Kembali Ya Seloroh Dikeramaian Waktu Waktu Pakai Menemui Batasannya Membiarkan Kopi Diseduh Sendiri

Aroma Seperti Kacang Kita Buka Disini Saja Kisah Rumah Petak Mengadu Pada Lembaran Digital Hamba Sahaya Tanpa Tanah Dilihat Cintanya Akan Air

Menonton Dari Jauh Menunggu Waktu Temu Lupa Akan Nama Semak Belukar Pikir Kiri Jalan Adalah Jalan Baru Diujung Simpang Jalan Hatiku Terbuat Dari Apa

Tumpukan Piring Kotor Pompa Angin Yang Terluka Pelepah Kelapa Di Tanah Bila Roda Berputar Menunjuk Ke Ruang Penuh Angin Gerah Angin Dikunci Rasa Yang Diucap Adalah Racun

Seribu Jam Pasti Dilihat Sewaktu Hujan Pukul 00:00 Di Jakarta Penutup Lagu Pada Jarak Yang Sama Penutup Lagu - Pada Jarak Yang Sama Isi Lagu - Pada Jarak Yang Sama Intro Lagu - Pada Jarak Yang Sama © 2013(Tom Aries)

Bersama Tak Saling Menyapa Setia Menemani Dan Menjaga Ia Yang Memimpin Langkah Ku Dihitung Satu Tontonan Memandang Jejak Pada Sisi Arah Angin Penutup Lagu - Ingin Ku Tanyakan Selalu

Isi Lagu - Ingin Ku Tanyakan Selalu Intro Lagu - Ingin Ku Tanyakan Selalu Mendikte Balita Yang Menonton Kumpulan Pertanyaan Baru Cintanya Akan Tanah Subur Bahagia Berselimut Sarung Lelah Hati Telah Lalu

Kumpulan Awan Putih
Semusim Benar Hadir
Ingin Ku Tanyakan Selalu
Detik Hening Mengait Debu
Kutukan Yang Dilepas Awan
Bicara Tanpa Memandang
Menanti Dalam Tidur

Sebuah Karya Yang Memalukan
tom aries (sandal jepit)
Menyapa Puncak Pikir
Kecantikan Melayang Ditumpukan Nada
Bagi Jiwa Yang Marah
Suara Dalam Hati
Dibalik Cermin

Cengkraman Angin Sebuah Lembah
Menelan Pahit Argumen Cinta
Serpihan Tipis Kabut Air
Memakna Bahagia Kosong
Buku Tugas Bukan Kertas Sele-sele
1000 Subscriber Dan 4000 Jam Tayang
Tarian Daun

Pengarang Jiwa Berkirab Pada Materi Kata Bertabur Koma Diambang Kata Getaran Menggugat Ingatan Dalam Hujan Dikala Banjir Bandang Ditimbun Dalam Hitungan Revolusi

Youtube 2020 Sekarang Susah Kumpulan Sepi Dibakar Arti Kekosongan Suara Senandung Dikemas Sejuk Sejuta Cinta Melahirkan Kesyahduan Resah Menguliti Judul Aku Mencintai Kamu

Saudara Sebangsa Budak Alias Akan Suci Tempat Selat Membelah Karat Pada Senar Gitar Ribuan Jam Dilalui Rayu Aku Dengan Heningmu Setengah Dari Perjalanan

Melepaskan Benang Dari Kain Terimakasih Karena Sudah Bertemu Rokok Kretek Divo Merah Menggenapi Kumpulan Kecewa Menunggu Ajal Dalam Kesendirian tom aries (sandal jepit) Racun Yang Manis

Hati Telah Layu Seorang Penari Datang Pusaka Para Leluhur Meniadakan Kata Berderik Luka Sayatan Yang Diberikan Mematikan Semua Jalan Angin Masuk Tahun Yang Baru

Berteduh Bersama Basah Dan Keringat Bau Bangkai Tikus Ribuan Getaran Suara Sengat Kebuntuan Sepi Diantara Riuh Penikmat Ibu Dari Suara Lintasan Kemelut Pada Ruang

Agar Terang Tiada Menyilaukan Gambaran Hati Mewakili Cinta Bergetar Memecah Hening Temu Antara Air Dan Buih Mengucap Dalam Gumam Sepi


[My Poetry In Bahasa Indonesia]

Dipublikasikan tanggal 4 Jan 2020
Syair Merumput Di Lembah

Aliran air menjejak pada lembah memeluk akar, bergerombol mencari sungai dan laut Angin menggendong air sampai pada celah batu, dihembus hilang sebelum siang Suara bertemunya angin ditimpa tinggi nada gemericik air, bergelora aliran sungai Benturan dingin melemparkan kail pada angin. suara dengung dan getaran di cipta
Aliran air menyisa di dedaunan lumpur dan batu, gundukan dan alur menapaki ruang Menyikapi warna dalam garis hayal sebait syair, hembusan angin hasilkan tarian daun Di dengung lembah mencari getaran yang sama, jemari berhenti letih tertunduk tidur Kantuk menjepit ketika syair di serap ribuan suara, getaran indah mendekat menutup
Penuhi bait dengan lukisan dalam getaran, tarikan panjang udara dalam dingin tinta Memerangkap kecewa dalam butiran darah, nyamuk akan menghisapnya bebas Ia tidak membuat derita dalam demam, hanya mengiburmu dengan gatal ditempat Menggaruknya akan menciptakan noda kecewa yang sudah hilang, hitam di kulit
Syair merumput di lembah berletak dihati tiap kehidupan, isi tiap koma atas kata-kata Sebelum ia bertemu titik dan meninggalkan lembah, dengan perbuatan baik dan terpuji Menanti air mempertemukan syair yang tersangkut dalam aliran sungai, lekat jernih Berharap angin mempercepat pertemuan bait dalam tiap syair, menikmati indah titik. (SJ)

Dipublikasikan tanggal 4 Jan 2020
Beranda Di Sebuah Pondok

Kicau suara burung dihening pagi, udara hantarkan tinggi dalam nada sadar waktu Tetesan air yang disayat tipis dan diledakan cahaya rembulan, serpihan tipis kabut air Laju dari hembusan angin mengantarnya melekat di wajah pagi, jendela berkabut Tarikan nafas didengar lembut, tanpa sosok rindu semalam bergelantung indah
Petakan kosong tanah yang dilapisi beton, menghilangkan aroma tanah di waktu pagi Tanpa aroma birahi tanah atas serpihan air, aroma beton keras menusuk letih pada pori Keburukan pandang mengaburkan jarak, siasat hanya pada dengar akan suara tinggi Mengulangi suara agar dicapai kesesuaian atas nada, setiap waktu ditemani keraguan
Kerupuk yang dininabobokan oleh angin melenyapkan garing, menutupnya pecah Beriak air mengalir disaluran pembuangan memanggil angin, agar basah ia bersarung Kerupuk dibuang dan diganti dengan yang baru digoreng, kita lupa sudah berbeda Renyahnya sebentar menggeliat dalam telinga, remahnya mengotori ruang ilusi
Disebuah pondok pada ruang beranda, berkumpul angin yang menderita di siksa Menunggu basah sebelum yang lain kering, menitipkan gelisah sepanjang siang terang Sepi tanpa penghuni hanya sebagai lintasan angin dan cahaya, tempat berlari Beranda menjadi indah dengan kehadiran malam, dimana cahaya manja itu menyinari. (SJ)

Dipublikasikan tanggal 13 Jan 2020
Aku Ini Kutukan Bukan Aib

Kekosongan ruang terpampang jelas dalam kepolosan pikir, bebas dan berkelas Berbilangan seribu pada puluhan, bergerak lambat dalam seribu jalur menuai salah Suara disisi jalur cepat adalah suara angin, hanya suara tanpa tawa dan dentuman air Maklumat bumi pada air sebelum besi dikuasai api, saat setelah kayu mengerang
Harus diterima dan dijalani dalam ketakutan, bersarang dalam damai ruang terkunci aib Aku ini kutuk yang memdiami celah batu, menyentuh tanah adalah aib bagi bahagia Melekat didalam gelap dalam lembab, menggenggam erat air sebelum kering Dalam ketakutan kering retakan akan menjadi pecahan, serpihan dalam kalut arti
Aku ini kutukan yang dilepas awan sebelum malam, melekat erat dalam hati tumpul jiwa Menguasai sisi terang pikir dalam siluet, menekan kebebasan pikir saat malam tiba Racun itu menguasai kata kutuk dalam simpulan aib, kutukan bagi generasi baru Menjaring generasi renta sebelum ajal, menikmati sisa bahagia sebelum kesulitan
Supaya henti laju cepat kemakmuran dan bahagia, mencecah generasi dalam kutuk Kemewahan yang dilahirkan kutuk bukan aib, aib adalah bagi generasi renta hebat itu Lahir setelah kata kutuk adalah suci yang menderita dalam haus, lapar dalam limpah Dan itu bukan aib bagi kebaikan, hanya perjalanan dijalan kelam kesusahan baru. (SJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar